Serial Webinar “Mengelola yang Tersisa” Seri #2 Membangun Gerakan Konservasi Berbasis Desa

Serial Webinar “Mengelola yang Tersisa” Seri #2 Membangun Gerakan Konservasi Berbasis Desa

Indonesia - 12 August, 2020

Gerakan konservasi hanya akan berhasil dengan melibatkan masyarakat yang sebagian besar tinggal di kawasan pedesaan. Saat ini desa di Indonesia berjumlah sekitar 74.953 dan 25.863 diantaranya merupakan desa hutan. Dari data tersebut, baru sekitar 35% yang memiliki tata batas, dan 13,000 desa masih berstatus konflik. Sementara itu, dari sekitar 37 juta jiwa penduduk desa hutan, 18% diantaranya masih tergolong miskin.

Menurut data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (2019), dari tahun ke tahun alokasi dana desa terus meningkat. Dalam lima tahun terakhir, dana desa yang semula Rp20,67 triliun pada 2015 telah meningkat menjadi Rp70 triliun pada 2019. Pada 2020 ini dana desa meningkat lagi menjadi Rp72 triliun atau sekitar Rp960 juta per desa. Dana tersebut digunakan untuk menunjang aktivitas ekonomi masyarakat seperti pembangunan jalan desa, pasar, jembatan, irigasi, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pembangunan berbagai sarana umum seperti sarana olah raga, hingga sarana air bersih dan penunjang sanitasi.

Berdasarkan Peraturan Kementerian Pedesaan PDTT tahun 2020 tentang prioritas penggunaan dana desa, tahun ini dana desa dialokasikan untuk 3 komponen penting, yaitu 1) desa tanggap covid-19 seperti penyemprotan desinfektan, penyediaan tempat cuci tangan di tempat umum, membentuk relawan, mendirikan posko relawan desa, serta menyediakan tempat isolasi, 2) bantuan langsung tunai, dan 3) padat karya tunai desa (PKTD) yang dapat digunakan untuk mengkonservasi kembali sumber daya alam desa yang rusak.

Menurut Samsul Widodo, Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, isu terbesar dana desa saat ini adalah kualitas pemanfaatannya. “Bicara tentang desa, semua isu ada. Isu pangan, perumahan, sanitasi, pendidikan,” katanya dalam acara webinar #2 Tropenbos Indonesia, Kamis, 1 Agustus 2020 lalu. Pembangunan desa juga kerap mengabaikan isu lingkungan karena tidak ada yang memberikan edukasi terhadap aparat desa apakah pembangunan itu merusak alam atau tidak. Untuk itu diperlukan suatu panduan tentang mekanisme pelaksanaan pembangunan desa yang peka terhadap isu-isu lingkungan.

Menurut Samsul, ketika isu yang dihadapi desa adalah kebakaran hutan dan lahan misalnya, dana desa bisa dipakai untuk membeli peralatan pemadam kebakaran, atau untuk pelatihan pencegahan/penanggulangan kebakaran. Kegiatan penanaman hutan yang gundul atau reboisasi juga bisa menggunakan dana desa untuk membayar upah harian warga yang melakukan penanaman. “Itu dapat diputuskan bersama di dalam forum desa melalui musyawarah desa,” katanya.

Melalui dana desa untuk penanggulangan covid, Kemendes mencanangkan “Gerakan setengah milyar masker untuk desa” yang akan dibagikan serentak pada peringatan Hari Raya Kemerdekaan RI 17 Agustus mendatang. Masker tersebut dijahit oleh warga desa dan didistribusikan melalui PKK dan Posyandu. “Bila ini dilakukan, selama Agustus-September akan terserap sekitar 5 juta tenaga kerja temporer di desa-desa sehingga bisa ikut menggerakkan roda perekonomian,” kata Samsul. Pemberdayaan ekonomi desa juga bisa dilakukan melalui BUMDes dengan kegiatan PKTD yang dapat dikembangkan sesuai dengan kearifan lokal.

Meningkatnya perekonomian daerah dan menurunnya angka pengangguran akan memperkuat gerakan konservasi di daerah. Sesuai amanat UU No.6/2014 tentang Desa, sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berdaulat desa memiliki hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri. “Kita perlu melakukan penguatan desa dengan dukungan berbagai pihak seperti perguruan tinggi, lembaga riset, LSM yang kredibel, maupun para pemangku kepentingan kunci seperti pemegang hak konsesi, KPH, TN, dan sebagainya,” demikian disampaikan Edi Purwanto, Direktur Tropenbos Indonesia pada kesempatan yang sama.

Saat ini Tropenbos Indonesia melakukan pendampingan penguatan desa di Gunung Tarak Landscape, Ketapang, Kalimantan Barat dengan melaksanakan berbagai kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat yang dimulai dengan pemetaan partisipatif, yang kemudian dilanjutkan dengan perencanaan tata ruang untuk merencanakan kawasan mana yang harus direstorasi, mana yang harus dilindungi sebagai hutan, mana yang bisa dibangun infrastruktur sehingga pembangunan di desa benar-benar bisa dilakukan sesuai kondisi desa.

Sejumlah desa sebetulnya tidak lagi memiliki kawasan yang cukup luas untuk dikelola, sebagian diantaranya karena wilayah desa telah banyak dialokasikan untuk perkebunan sawit. Untuk memperkuat kedaulatan desa disinilah peran forum multi-pihak, yaitu untuk terlibat didalam perencanaan pembangunan desa. “Idealnya satu desa memiliki satu perencanaan, bukan satu desa multi-rencana,” tegas Edi. Perencanaan pembangunan desa tersebut seharusnya mengikat seluruh warga dan berlaku untuk seluruh wilayah desa dan memadukan kepentingan para pemangku kepentingan.

Itulah mengapa TI berperan aktif dalam membangun kemitraan multi-pihak skala desa untuk mensinergikan kepentingan desa dan pemegang konsesi/MU atau pihak lain dan menguatkan keterkaitan desa dengan para pemangku kepentingan lain. Sejumlah potensi dan peluang penguatan kemitraan desa dengan para pihak meliputi pengelolaan wilayah HCV/HCS, pembangunan klinik, sarana pengelolaan sampah, dan penyediaan air bersih oleh desa, mendukung usaha pemegang konsesi, bermitra dengan KPH /TN dalam pengelolaan ekowisata, dan bermitra dengan seluruh pemangku kepentingan dalam pencegahan karhutbunla.

Menurut Edi, untuk membangun desa yang memiliki wawasan konservasi, kerja sama antar desa juga perlu dikembangkan, misalnya dalam pengelolaan hutan gambut yang berada dalam satu kawasan hidrologi gambut, pengelolaan daerah tangkapan air di wilayah hulu, restorasi ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) antara desa hulu dan hilir, pelaksanaan imbal jasa lingkungan dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Kerja sama tersebut juga akan berhasil baik melalui dukungan kebijakan termasuk diantaranya penetapan batas desa yang jelas (juga dengan kawasan konservasi), memperkuat dan mengefektifkan daya sanksi Perdes dan Perda.

Dihadiri 280 peserta, webinar kali ini merupakan seri kedua dari serial webinar “Mengelola yang Tersisa” yang mengusung tema “Membangun Gerakan Konservasi Berbasis Desa”. Setelah webinar ini, serial webinar selanjutnya akan mengusung tema berikut:
- Membangun Nasionalisme Konservasi
- Konservasi Berbasis Bentang Alam
- Wisata Konservasi
- Membangun Insentif Konservasi

Materi presentasi bisa di download disini 

Tonton rekaman webinar:

;